Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pangan Lokal Edisi 2025

Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal bagi Ibu Hamil danBalita Bermasalah Gizi Edisi Revisi ke-3 Tahun 2025



Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal bagi Ibu Hamil danBalita Bermasalah Gizi Edisi Revisi ke-3 Tahun 2025. Pembangunan sumber daya manusia berkualitas merupakan amanat prioritas pembangunan nasional. Status gizi yang baik merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan pembangunan sumber daya manusia. Ibu hamil dan Balita merupakan salah satu kelompok rawan gizi yang perlu mendapat perhatian khusus, karena dampak jangka panjang yang ditimbulkan apabila mengalami kekurangan gizi. Selain itu, usia balita merupakanperiode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan rawan terhadap kekurangan gizi. Begitu pula dengan Ibu hamil, apabila mengalami kekurangan gizi akan mempengaruhi proses tumbuh kembang janin yang berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat badanlahir rendah (BBLR) dan atau stunting.

 

Masalah gizi ibu hamil dan balita di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 prevalensi balita wasting sebesar 8,5% dan Balita stunting 21,5%. Sedangkan prevalensi risiko KEK berdasarkan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) pada Wanita Usia Subur (WUS) sebesar 20,6%, dan risiko KEK pada Ibu hamil sebesar 16,9%. Sementara prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar27,7%.

 

Masalah gizi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Kekurangan asupan makanan bergizi dan atau seringnya terinfeksi penyakit menjadi salah satu penyebab langsung terjadinya masalah gizi. Pola asuh yang kurang tepat, kurangnya pengetahuan, sulitnya akses ke pelayanan kesehatan, kondisi sosial ekonomi juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap akses makanan bergizi dan layanan kesehatan.

 

Berdasarkan data Survei Diet Total (SDT) tahun 2014, masih terdapat 48,9%Balita memiliki asupan energi yang kurang dibanding Angka Kecukupan Energi yang dianjurkan (70%- <100%AKE) dan 6,8% Balita memiliki asupan energy yang sangat kurang (<70%AKE). Sementara itu, 23,6% balita memiliki asupan protein yang kurang dibandingkan Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan(<80%AKP). Selain kurangnya asupan energi dan protein, jenis makanan yang diberikan pada Balita juga kurang beragam. Berdasarkan SSGI 2021, proporsi makan beragam pada baduta sebesar 52,5%. Infeksi pada balita juga cukup tinggi, yaitu proporsiBalita mengalami diare sebesar 9,8%danISPA sebesar 24,1% (SSGI 2021).

 

Situasi konsumsi pada ibu hamil di Indonesia berdasarkan SDT tahun 2024 menunjukkan lebih dari separuh Ibu hamil memiliki asupan energy sangat kurang(<70%AKE) dan sekitar separuh Ibu hamil mengalami kekurangan asupan protein (<80% AKP). Deteksi dini melalui skrining serta pemantauan status kesehatan dan gizi padaIbu hamil dilakukan melalui Antenatal Care Terpadu (ANC Terpadu). Berdasarkan data rutin tahun 2023 dan 2024, cakupan ANC minimal 6 kali belum mencapai target yang telah ditetapkan. Untukitu, perlu upaya penguatan pelaksanaan ANC dalam rangka mencapai target cakupan ANC di Indonesia.

 

PelayanangizidalamANCTerpadu diantaranya pengukuran status gizi (timbang berat badan dan ukur panjang/tinggi badan, ukur Lingkar Lengan Atas (LiLA), pemberian Tablet Tambah Darah(TTD)/Multivitamin Ibu Hamil (MMS), konseling dan edukasi gizi kepada Ibu hamil tentang pentingnya menjaga kesehatan dan konsumsi makanan bergizi seimbang selama kehamilan.

 

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbahan pangan local merupakan salah satu strategi penanganan masalah gizi pada ibu hamil dan balita. Pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai bahan baku makanan tambahan bagi ibu hamil dan balita bermasalah gizi merupakan upaya untuk mengoptimalkan status gizi dan kesehatan serta kelestarian lingkungan, yang dapat berkontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Melalui pemanfaatan pangan lokal tersebut diharapkan juga dapat meningkatkan ketahanan pangan serta mengurangi gas buang dari proses produksi pangan.

 

Ibu hamil bermasalah gizi yang mendapat PMT berbahan pangan lokal

adalah ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan ibu hamil risiko KEK serta balita bermasalah gizi, antara lain balita T (berat badan tidak naik), berat badan kurang, dan gizi kurang.

 

Kegiatan PMT berbahan pangan lokal tersebut perlu disertai dengan edukasi gizi dan kesehatan untuk perubahan perilaku misalnya dengan mendukung pemberian ASI, edukasi dan konseling pemberian makan, kebersihan serta sanitasi untuk keluarga.

 

Kegiatan PMT berbahan pangan lokal diharapkan dapat mendorong kemandirian pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di dunia dalam keragaman hayati. Setidaknya terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 30 jenis ikan, 6 jenis daging,4 jenis unggas; 4 jenis telur, 26 jenis kacang-kacangan,389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu (Badan Ketahanan Pangan, 2020 dan Neraca Bahan Makanan, 2022).

 

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas termasuk untuk penyediaan pangan keluarga, termasuk untuk perbaikan gizi Ibu hamil dan balita. Namun demikian ketersediaan bahan pangan yang beraneka ragam tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan dasar Makanan Tambahan(MT).

 

Kementerian Kesehatan RI menyediakan pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan PMT berbahan pangan lokal melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik. Namun demikian, pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan serupa dapat berasal dari berbagai sumber. Sebagai acuan pelaksanaan kegiatan tersebut, telah disusun Petunjuk Teknis Pemberian MakananTambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal bagi Ibu Hamil dan Balita Bermasalah Gizi.

 

Petunjuk teknis Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal bagi Ibu Hamil danBalita Bermasalah Gizi Edisi Revisi ke-3 Tahun 2025 ini merupakan perubahan dari edisi kedua di tahun 2024 dengan penekanan perubahan:

1. Alur deteksi dan tata laksana ibu hamil dengan penambahan pemeriksaan oleh dokter pada ibu hamil bermasalah gizi.

2. Alur deteksi dan tata laksana balita bermasalah gizi dengan pemeriksaan oleh dokter; sasaran balita dengan atau tanpa stunting; dan rujukan ke RS bagi balita tidak membaik setelah 2 minggu  (14 hari) dan bagi balita stunting setelah 1 (satu) siklus PMT lokal untuk tata laksana lanjutan stunting.

3. Komponen pembiayaan PMT lokal terdiri dari minimal 80% untuk belanja bahan dan maksimal 20% untuk penyelenggaraan PMT (upah memasak, biaya distribusi, dan manajemen)

 

Selengkapnya silahkan download dan baca Petunjuk teknis Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal bagi Ibu Hamil danBalita Bermasalah Gizi Edisi Revisi ke-3 Tahun 2025.

 

Link download DISINI

 

Demikian informasi tentang Petunjuk teknis Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal bagi Ibu Hamil danBalita Bermasalah Gizi Edisi Revisi ke-3 Tahun 2025. Semoga ada manfaatnya

No comments

Post a Comment

Info Kurikulum Merdeka

Info Kurikulum Merdeka
Info Kurikulum Merdeka

DMCA

Search This Blog

Social Media

Facebook  Twitter  Instagram  Google News   Telegram  


































Free site counter


































Free site counter