Panduan Juknis Penyusunan Soal HOTS Madrasah sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 781 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) Di Madrasah
Dinyatakan
dalam Petunjuk Teknis (Juknis) atau
Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) Madrasah bahwa Soal-soal
HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan
berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall),
menyatakan Kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite).
Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan:1) transfer satu konsep
ke konsep lainnya, 2) memroses dan menerapkan informasi,3) mencari kaitan dari berbagai
informasi yang berbeda- beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan
masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal
yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit dari pada soal recall.
Dilihat
dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak
sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi
metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda,
menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan
masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan
mengambil keputusan yang tepat. Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom
sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri
atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2),
menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi
(evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya
mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5),
dan mengkreasi (creating-C6).
Pada
pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya
tida kterjebak pada pengelompokan KKO. Sebagai contoh kata kerja ‘menentukan’
pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan
soal-soal HOTS, kata kerja ‘menentukan’ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi)
apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir
menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan
keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan C6 (mengkreasi)
bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru.
Jadi,
ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang
diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Penyusunan soal-soal HOTS umumnya
menggunakan stimulus. Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam
konteks HOTS. Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global seperti masalah
teknologi informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Stimulus
juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan
sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah, atau berbagai
keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang guru sangat
mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal
HOTS.
Dalam
mengembangkan stimulus, penulis soal HOTS harus memperhatikan empat kriteria yang
ditentukan. Adapun kriteria stimulusdala penulisan soal HOTS adalah: 1)
Edukatif yaitu mendidik dan menghindari hal-hal yang negatif; 2) Menarik yaitu variatif
berupa antara lain narasi, infografis, gambar, tabel, teks bacaan, foto, kasus,
foto, rumus, teks drama, penggalan cerita, peta, daftar kata, simbol, contoh,
dan suara yang direkam; 3) Inspiratif yaitu mampu mengembangkan imajinasi dan
keingintahuan; 4) Kekinian yaitu sesuai dengan kondisi terbaru (kontekstual).
Apa
saja karakteristik soal-soal HOTS ? Soal-soal
HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian
kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan,
berikut ini dipaparkan karakteristik
soal-soal HOTS.
1.
Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational
Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan
konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan
demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam
stimulus. Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan
masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir
kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil
keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah
satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap
peserta didik.
Kreativitas menyelesaikan permasalahan
dalam HOTS, terdiri atas:
a. kemampuan
menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. kemampuan mengevaluasi
strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang
yang berbeda;
c. menemukan
model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.
Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak
sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui
arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran
yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak
termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum
tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi
dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik
memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan
ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis
aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk
membangun kreativitas dan berpikir kritis.
2.
Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang
berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan
dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.
Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat initerkait dengan
lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut
termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate)
ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan
dalam konteks nyata.
Apa
saja kriteria asesmen kontekstual ? Berikut
ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.
a. Relating, asesmen terkait
langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen
yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan
penciptaan(creation).
c. Applying, asesmen
yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuanyang diperoleh
di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
d. Communicating,
asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan
kesimpulanmodel padakesimpulankonteksmasalah.
e. Transfering, asesmen
yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep
pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.
Adapun ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah
sebagai berikut:
a. Peserta didik
mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia;
b. Tugas-tugasmerupakan
tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan
tidak hanya memiliki satujawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan
banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.
3.
Menggunakan Bentuk Soal Beragam
Guru diharapkan menggunakan bentuk
soal beragam pada saat melakukan asesmen. dalam Petunjuk Teknis (Juknis) atau Panduan Penyusunan Soal Higher Order
Thinking Skills (HOTS) Madrasah bahwa Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam
sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam
Programme for International Students Assessments (PISA), bertujuan agar dapat
memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta
tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat
menjamin prinsip objektif. Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat
menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
Penilaian yang dilakukan secara
objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian. Terdapat beberapa alternatif
bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butirsoal HOTS (yang digunakan
pada model pengujian PISA), sebagai berikut:
a. Pilihan ganda
Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan
stimulus yang bersumber pada situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri atas
pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas
kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban ialah jawaban yang benar
atau paling benar. Pengecoh merupakan jawaban yang tidak benar, namun memungkinkan
seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak menguasai bahannya/ materi
pelajarannya dengan baik. Jawaban yang diharapkan (kunci jawaban), umumnya tidak
termuat secara eksplisit dalam stimulus atau bacaan. Peserta didik diminta
untuk menemukan jawaban soal yang terkait dengan stimulus/bacaan menggunakan
konsep-konsep pengetahuan yang dimiliki serta menggunakan logika/penalaran.
Jawaban yang benar diberikan skor1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
b. Pilihan ganda kompleks
(benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan
untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara
komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan
ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual. Peserta
didik diberikan beberapa pernyataan yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu
peserta didik diminta memilih benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-pernyataan
yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang lainnya. Susunan
pernyataan benar dan pernyataan salah agar diacak secara random, tidak
sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang terpola sistematis dapat
memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Pernyataan yangh benar lebih dari
satu. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan yang diberikan
skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi
skor 0.
c.
Menjodohkan
Tes menjodohkan memberi tugas kepada peserta
tes untuk menjodohkan atau mencocokkan (matching) dua bagian tes yang, dari segi
isi atau arti, merupakan dua bagian yang secara nalar saling berkatian. Tes menjodohka
tersusun dalam bentuk dua deretan butir tes. Deretan pertama terdiri dari pertanyaan,
atau pernyataan, atau bagian awal dari suatu pernyataan, atau sekadar kata-kata
lepas. Masing-masing pertanyaan atau bagian permyataan itu diberi nomor, misalnya
(1) sampai (10). Deretan kedua. yang biasanya terletak di sebelah kanan deretan
pertama, terdiri dari jawaban atas pertayaan atau bagian akhir suatu
pernyataan. Masing-masing bagian dari deretan dua itu diberi tanda yang berbeda
dengan tanda yang digunakan pada deretan pertama, misalnya dengan huruf (a)
sampai dengan huruf j). Tentu saja urutan bagian pertama dan urutan bagian kedua
itu disusun sedemikian rupa sehinga tidak merupakan jawaban atau kelanjutan, atau
bukan jawaban atau kelanjutan dari apa yang terdapat pada baris yang sama. Hal itu
dimaksudkan agar peserta tes berpikir sebelum dapat menetapkan satu butir di deretan
kiri, misalnya nomor unut (2), cocok (match) dengan satu butir tertentu di deretan
kanan misalnya nomor urut (d). Dalam hal ini jawaban yang harus dituliskan
secara singkat adalah 2-d.
Kadang-kadang urutan deretan ke-2 berisi
satu atau dua pilihan lebih banyak dari pada deretan ke-1. Hal ini dilakukan untuk
membuat peserta berpikir lebih bersungguh-sungguh terutama apabila tinggal tersisa
satu butir tes yang belum terjawab. Dengan jumlah butir yang tepat sama pada
kedua deretan, peserta tes tidak lagi berpikir ketika di masing-masing deretan butir
tinggal tersisa satu. Butir-butir terakhir itu tinggal dicocokkan saja terutama
apabila jawaban terhadap butir-butir lain sudah dianggap tepat.
d. Isian singkat atau melengkapi
Soal isian singkat atau melengkapi adalah
soal yang menuntut peserta tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi
kata, frase, angka, atau simbol. karakteristik soal isian.
Singkat atau melengkapi adalah sebagai
berikut:
1) Bagian kalimat yang harus
dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam ratio butir soal, dan paling banyak
dua bagian supaya tidak membingungkan peserta didik.
2) Jawaban yang
dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase, angka,
simbol, tempat, atau waktu.
Jawaban benar diberikan skor 1, dan
jawaban salah diberikan skor 0.
e. Jawaban singkat atau pendek
Soal dengan bentuk jawaban singkat
atau pendek adalah soal yang jawabannya berupa kata, kalimat pendek, atau frase
terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal jawaban singkat adalah sebagai
berikut:
1) Menggunakan kalimat pertanyaan
langsung atau kalimat perintah;
2) Pertanyaan atau
perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang singkat;
3) Panjangkataataukalimatyangharusdijawabolehpeserta
didikpadasemuasoaldiusahakan relatifsama;
4) Hindari penggunaan kata,
kalimat, atau frase yang diambil langsung dari buku teks, sebab akan mendorong
peserta didik untuk sekadar mengingat atau menghafal apa yang tertulis di buku.
Setiap langkah/kata kunci yang dijawab
benar diberikan skor1, dan jawaban yang salah diberikanskor 0.
f. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal
yang jawabannya menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal
yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan
tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis. Dalam menulis
soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup
materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang
jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik. Dengan
kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah
yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas
tergambar dalam rumusan soalnya.
Dengan adanya batasan sebagai ruang
lingkup soal, kemungkinan terjadinya ketidakjelasan soal dapat dihindari. Ruang
lingkup tersebut juga akan membantu mempermudah pembuatan kriteria atau pedoman
penskoran.
Untuk melakukan penskoran, penulis soal
dapat menggunakan rubrik atau pedoman penskoran. Setiap langkah atau kata kunci
yang dijawab benar oleh peserta didik diberi skor 1, sedangkan yang salah diberi
skor 0. Dalam sebuah soal kemungkinan banyaknya kata kunci atau langkah-langkah
penyelesaian soal lebih dari satu. Sehingga skor untuk sebuah soal bentuk
uraian dapat dilakukan dengan menjumlahkan skor tiap Langkah atau kata kunci
yang dijawab benar oleh peserta didik. Untuk penilaian yang dilakukan oleh madrasah
seperti Asesmen Madrasah (AM), bentuk soal HOTS yang disarankan cukup 2 saja, yaitu
bentuk pilihan ganda dan uraian. Pemilihan bentuk soal itu disebabkan jumlah peserta
UM umumnya cukup banyak, sedangkan penskoran harus secepatnya dilakukan dan diumumkan
hasilnya. Sehingga bentuk soal yang paling memungkinkan adalah soal bentuk pilihan
ganda dan uraian.
Sedangkan untuk penilaian harian, dapat
disesuaikan dengan karakteristik KD dan kreativitas guru mata pelajaran.
Pemilihan bentuk soal hendaknya dilakukan sesuaid engan tujuan penilaian yaitu assessment
of learning, assessment for learning, dan assessment as learning.
Masing-masing guru mata pelajaran hendaknya
kreatif mengembangkan soal-soal HOTS sesuai dengan KI-KD yang memungkinkan
dalam mata pelajaran yang diampunya. Wawasan guru terhadap isu-isu global,
keterampilan memilih stimulus soal, serta kemampuan memilih kompetensi yang diuji,
merupakan aspek-aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru, agar dapat
menghasilkan butir-butir soal yang bermutu.
C.
Level Kognitif
Kata
Kkerja operasional (KKO) dikelompokkan menjadi 3 level kognitif. Pengelompokan
level kognitif tersebut yaitu: (1) pengetahuan dan pemahaman (level1), (2)
penerapan (level 2), dan (3) penalaran (level 3).
1.
Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)
Level kognitif pengetahuan dan pemahaman
mencakup dimensi proses berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri
soal pada level 1 adalah mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural.
Bisa jadi soal-soal pada level 1 merupakan soal kategori sukar, karena untuk menjawab
soal tersebut peserta didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau
peristiwa, menghafal definisi, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur)
melakukan sesuatu.
Namun soal-soal pada level 1 bukanlah
merupakan soal-soal HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menyebutkan,
menjelaskan, membedakan, menghitung, mendaftar, menyatakan, dan lain-lain.
Contoh soal pada level 1 mata pelajaran Biologi: Di antara bacteria berikut
yang dapat menimbulkan sakit perut (diare) pada manusia adalah….
A. Psedomonassp
B. hiobaccilusferrooksidan
C. Clostridiumbotulinum
D. Escerichiacoli
E. Acetobacter xylinum
Penjelasan:
Soal di atas termasuk level 1 karena hanya
membutuhkan kemampuan mengingat atau menghafal nama bakteri penyebab diare.
2.
Aplikasi (Level 2)
Soal-soal pada level kognitif aplikasi
membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi dari pada level pengetahuan dan
pemahaman. Level kognitif aplikasi mencakup dimensi proses berpikir menerapkan
atau mengaplikasikan (C3). Ciri-ciri soal pada level 2 adalah mengukur
kemampuan: (a) menggunakan pengetahuan faktual, konseptual, dan procedural
tertentu pada konsep lain dalam mapel yang sama atau mapel lainnya; atau (b) menerapkan
pengetahuan faktual, konseptual, dan procedural tertentu untuk menyelesaikan
masalah kontekstual (situasi lain). Bisa jadi soal-soal pada level 2 merupakan
soal kategori sedang atau sukar, karena untuk menjawab soal tersebut peserta
didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi/konsep,
atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu.
Selanjutnya pengetahuan tersebut
digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan permasalahan kontekstual. Namun
soal-soal pada level 2 bukanlah merupakansoal-soal HOTS. Contoh KKO yang sering
digunakan dalah: menerapkan, menggunakan, menentukan, menghitung, membuktikan,
danlain-lain.
Contoh soal pada level 2 mata
pelajaran Ekonomi:
Jumlah uang yang beredar di masyarakat
sebesar Rp100 milyar, tingkat harga umum yang berlaku Rp200.000,00 dan jumlah
barang yang diperdagangkan 5.000.000 unit, maka kecepatan uang yang beredar
menurut teori kuantitas Irving Fisher adalah…..
A. 5 kali B.10 kali C. 50 kali D.100
kali E.1000 kali
Penjelasan:
Soal di atas termasuk level 2 karena
untuk menjawab soal tersebut, peserta didik harus mampu mengingat teori
kuantitas Irving Fisher selanjutnya digunakan untuk menentukan kecepatan uang yang
beredar.
3.
Penalaran (Level 3)
Level penalaran merupakan level
kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), karena untuk menjawab soal-soal pada
level 3 peserta didik harus mampu mengingat, memahami, dan menerapkan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta memiliki logika dan
penalaran yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual (situasi nyata
yang tidak rutin). Level penalaran mencakup dimensi proses berpikir
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Pada dimensi proses
berpikir menganalisis (C4) menuntut kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi
aspek-aspek/elemen, menguraikan, mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna
tersirat. Pada dimensi proses berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta
didik untuk menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
membenarkan atau menyalahkan. Sedangkan pada dimensi proses berpikir mengkreasi
(C6) menuntut kemampuan peserta didik untuk merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah,
menggubah. Soal-soal pada level penalaran tidak selalu merupakan soal-soal
sulit.
Ciri-ciri soal pada level 3 adalah menuntut
kemampuan menggunakan penalaran dan logika untuk mengambil keputusan
(evaluasi), memprediksi dan merefleksi, serta kemampuan menyusun strategi baru untuk
memecahkan masalah kontesktual yang tidak rutin. Kemampuan menginterpretasi,
mencari hubungan antar konsep, dan kemampuan mentransfer konsep satu kekonsep
lain, merupakan kemampuan yang sangat penting untuk menyelesaiakan soal-soal
level 3 (penalaran). Kata Kerja Operasional (KKO) yang sering digunakan antara lain:
menguraikan, mengorganisasi, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik,
memprediksi, menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah,
dan menggubah.
Berikut disajikan contoh soal level 3 mata
pelajaran Kimia
Penyebab terjadinya perubahan warna
gigi terdiri dari faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor local tersebut antara
lain disebabkan oleh pasta gigi atau gel khusus yang dioleskan pada gigi, atau cairan
untuk berkumur. Penyebab perubahan warna gigi karena faktor sistemik ialah
akibat asupan fluor yang berlebih pada masa pembentukan email dan kalsifikasi gigi
melalui fluoridasi air minum, tablet fluor, atau obat tetes, yang dikenal
sebagai fluorosis gigi. WHO menetapkan komponen fluoride minimal sehingga dapat
berkhasiat adalah 800 ppm. Sedangkan BPOM menetapkan standar kandungan fluoride
dalam pasta gigi sebesar 800 sampai 1500 ppm, namun untuk pasta gigi anak
rentangnya yaitu 250 sampai 500 ppm. Melalui penelitian yang sederhana, Athar membandingkan
dua merk pasta gigi dengan bahan aktif flouride yang beredar bebas dipasaran
untuk mengetahui pasta gigi yang aman digunakan sehari-hari.
Pasta
Gigi |
Bahan
Aktif |
Mr
Senyawa Kadar |
X |
Sodium
monoflourophospate |
144
0,50% |
Y |
Sodium
fluoride |
42
0,30 % |
Berdasarkan data tersebut, Athar
menarik beberapa kesimpulan :
(1) Pasta gigi X memiliki kandungan
flouride yang dapat memberikan manfaat.
(2) Pasta gigi X dapat membuat
perubahan warna pada gigi.
(3) Pasta gigi Y aman digunakan sesuai
standar BPOM.
(4) Pasta gigi Y merupakan cocok
digunakan sebagai pasta gigi anak-anak.
Diantara keempat kesimpulan yang
dikemukakan oleh Athar, yang benar adalah ....
A. (1) dan (2)
B. (1) dan (3)
C. (2) dan (3)
D. (1) dan (4)
E. (2) dan (4)
Kunci Jawaban: B
Pasta Gigi X
Kadar sodium monoflourophosphate (Na2FPO3)
= 0,50% = 5000 ppm
Kadar F dalam Na2FPO3 = 19/144 x 5.000
ppm= 660 ppm
Berdasarkan nilai kadar yang didapat, maka
sodium monoflourophosphate (Na2FPO3) sesuai dengan standar WHO dan BPOM, secara
langsung tidak akan mengubah warna gigi dan menyebabkan flourisis gigi, namun tidak
sesuai untuk digunakan bahkan sebagai pasta gigi anak-anak.
Pasta Gigi Y
Kadar sodiumflouride (NaF) = 0,30% =
3.000 ppm
Kadar F dalam NaF = 19/42 x 3.000 ppm=
1.357 ppm
Berdasarkan nilai kadar yang didapat, maka
sodium flouride (NaF) sesuai dengan standar BPOM namun tidak WHO, secara langsung
tidak akan mengubah warna gigi dan menyebabkan flourisis gigi, namun tidak sesuai
untuk digunakan bahkan sebagai pasta gigi anak-anak.
Keterangan:
Soal ini termasuk soal HOTS karena: 1)
Mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi; 2) Berbasis permasalahan
kontekstual; 3) Menarik (trending topic)
Selengkapnya
silahkan miliki (download) baca Petunjuk
Teknis (Juknis) atau Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Madrasah.
Link download PanduanJuknis Penyusunan Soal HOTS Madrasah
Demikian
infomasi tentang Pedoman atau Panduan Juknis Penyusunan Soal HOTS
Madrasah sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 781
Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di
Madrasah.