Empat Pilar Kebangsaan Bagi Bangsa Indonesia |
Makalah: Empat Pilar Kebangsaan Bagi Bangsa Indonesia
Empat pilar kebangsaan kembali dibumikan karena merupakan warisan sekaligus kesepakatan bangsa Indonesia untuk menjaga keutuhan bangsa. Saat ini bangsa Indonesia sedang terancam oleh berbagai tantangan nasional dan global. Oleh karena itu, empat pilar harus tetap hidup dan ada dalam sanubari rakyat Indonesia untuk menjaga keutuhan bangsa.
Istilah 4 Pilar Kebangsaan yang menjadi tiang penyangga yang kokoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Istilah 4 Pilar Kebangsaan ini merupakan suatu konsep dan prinsip yang berisi landasan dan falsafah hidup yang terdiri dari nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia itu sendiri.
Gagasan mengenai 4 Pilar Kebangsaan sendiri pertama kali dicetuskan oleh Taufik Kiemas, yang saat itu menjabat sebagai Ketua MPR. Ia mencetuskan konsep 4 Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Makalah ini membahas Empat Pilar Kebangsaansebagai Pedoman Bernegara Bangsa Indonesia. Sebagaimana diketahui Pancasila telah dijadikan pedoman hidup dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Pancasila, juga telah disepakati 4 (empat) pilar kebangsaan bagi bangsa Indonesia. Empat pilar kebangsaan bagi bangsa Indonesia tersebut adalah:
1. Pilar Pancasila
Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Indonesia menetapkan Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas daratan Eropa yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17 000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta memeluk berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.
Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan.
Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak bahwa Pancasila sangat tepat sebagai pilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.
Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
a) Pancasila sebagai dasar negara Negara Kesataun Republik Indonesia
Rumusan Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dan dinyatakan sebagai dasar negara. Dalam setiap dasar negara terdapat dasar fikiran yang mendasar, merupakan cita hukum atau rechtsidee bagi negara-bangsa yang bersangkutan. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, di antaranya disebutkan:. . . , maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-ratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila menurut rumusan di atas berkedudukan sebagai dasar negara, sebagai staatsidee, cita negara sekaligus sebagai cita hukum atau rechtsidee. Cita hukum memiliki fungsi konstitutif dan regulatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala peraturan perundang-undangan harus merupakan derivasi dari prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Segala peraturan perundangan-undangan yang tidak konkordan apalagi bertentangan dengan Pancasila, batal demi hukum. Berikut disampaikan beberapa contoh peraturan perundang-undangan yang merupakan penjabaran dari Pancasila.
b) Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila
Konsep dasar religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas tersebut kemudian terjabar menjadi prinsip berupa lima sila yang diacu oleh bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh Bung Karno sila-sila Pancasila itu disebut the five principles of Pancasila.
Prinsip adalah gagasan dasar, berupa aksioma atau proposisi awal yang memiliki makna khusus, mengandung kebenaran berupa doktrin dan asumsi yang dijadikan landasan dalam menentukan sikap dan tingkah laku manusia. Prinsip dijadikan acuan dan dijadikan dasar menentukan pola pikir dan pola tindak sehingga mewarnai tingkah laku pendukung prinsip dimaksud. Sila-sila Pancasila itulah prinsip-prinsip Pancasila.
2. Pilar Undang-Undang Dasar
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut tidak mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuhnya dan barbagai undang-undang yang menjadi derivatnya.
a) Makna Undang-Undang Dasar
Beberapa pihak membedakan antara pengertian konstitusi dan undang-undang dasar. Misal dalam kepustakaan Belanda, di antaranya yang disampaikan oleh L.J. van Apeldoorn, bahwa konstitusi berisi seluruh peraturan-peraturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang berisi prinsip-prinsiup dan norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan, sedang undang-undang dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja. Istilah undang-undang dasar sangat mungkin terjemahan dari grondwet (bahasa Belanda), yang berasal dari kata grond yang bermakna dasar dan wet yang berarti hukum, sehingga grondwet bermakna hukum dasar. Atau mungkin juga dari istilah Grundgesetz yang terdiri dari kata Grund yang bermakna dasar dan Gesetz yang bermakna hukum. Sangat mungkin para founding fathers dalam menyusun rancangan UUD mengikuti pola pikir ini, hal ini terbukti dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan hal sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang artinya menetapkan atau menentukan. Dalam suatu konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban warganegara suatu negara, perlin-dungan warganegara dari tindak sewenang-wenang sesama warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga menentukan tatahubungan dan tatakerja lembaga yang terdapat dalam negara, sehingga terjalin suatu sistem kerja yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan tujuan dan wawasan yang dianutnya.
Begitu banyak definisi tentang konstitusi, namun dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi adalah:
· Keseluruhan peraturan-peraturan dasar suatu bangsa, negara atau organisasi politik, body politics, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;
· Berisi ketentuan-ketentuan yang menetapkan pendistribusian kekuasaan yang berdaulat pada unsur, unit atau lembaga yang terdapat dalam organisasi politik atau negara dimaksud, secara horizontal dan vertikal dalam kehidupan bersama;
· Peraturan-peraturan dasar tersebut mengan-dung prinsip-prinsip dan norma-norma yang mendasari kehidupan bersama;
· Mengatur hak dan kewajiban dari segala unsur yang terlibat dalam kehidupan berma-syarakat dan atau bernegara;
· Menjamin dan melindungi hak-hak tertentu rakyat atau anggotanya.
b) Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD ini.
1. Sumber Kekuasaan
Di alinea ketiga disebutkan bahwa “pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” yang bermakna bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia itu semata-mata karena mendapat rahmat dan ridho Allah Yang Maha Kuasa. Suatu pengakuan adanya suatu kekuasaan di atas kekuasaan manusia yang mengatur segala hal yang terjadi di alam semesta ini. Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh rakyat Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur kehidupan kenegaraan bersumber dari Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam dasar negara sila yang pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
Namun di sisi lain, pada alinea ke-empat disebutkan bahwa “Negara Republik Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat,” yang berarti bahwa sumber kekuasaan juga terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, . . . “
Dari frase-frase terbut di atas jelas bahwa sumber kekuasaan untuk mengatur kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rakyat. Terdapat dua sumber kekuasaan yang diametral.
Perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersumber dari dua sumber kekuasaan tersebut. Perlu pemikiran baru bagaimana meng-integrasikan dua sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak terjadi kontroversi.
2. Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia tidak terumuskan secara eksplisit. Namun bila kita cermati dengan seksama akan nampak bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak frase yang berisi muatan hak asasi manusia. Berikut disampaikan beberapa rumusan yang menggambarkan tentang kepedulian para founding fathers tentang hak asasi manusia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah untuk “menciptakan kehidupan kebangsaan yang bebas,”salah satu hak asasi manusia yang selalu didambakan, dan dituntut oleh setiap manusia.
Kemerdekaan Negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, merupakan gambaran tentang negara yang menjunjung hak asasi manusia. Hak kebebasan dan mengejar kebahagiaan diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan tentang hak asasi manusia, yakni kebebasan dan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.
Sementara pasal 27, 28, 29, 30dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah pasal-pasal yang merupakan penjabaran hak asasi manusia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, dan beberapa pasal dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak asasi manusia. Tidak benar bila UUD 1945 yang asli tidak mengakomodasi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan perubahan UUD.
3. Sistem Demokrasi
Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea ke-empat yang menyatakan:” maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Frase ini menggambarkan sistem pemerintahan demokrasi.
Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi. Namun dalam penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang berkembang di Negara Indonesia. Sumber kekuasaan dalam berdemokrasi adalah dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam menemukan sistem demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut “demokrasi terpimpin,” suatu ketika “demokrasi Pancasila,” ketika lain berorientrasi pada faham liberalisme.
4. Faham Kebersamaan, Kegotong-royongan
Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak diketemukan istilah individu atau orang, berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat, bahwa konstitusinya adalah untuk mengabdi pada kepentingan individu. Begitu banyak istilah bangsa diungkap dalam Pembukaan UUD 1945. Nampak dengan jelas bahwa maksud didirikannya Negara Republik Indonesia yang utama adalah untuk melayani kepentingan bangsa dan kepentingan bersama. Hal ini dapat ditemukan dalam frase sebagai berikut:
Misi Negara di antaranya adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” bukan untuk melindungi masing-masing individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan individu diabaikan.
Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Indonesia adalah ;”suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia.” Sekali lagi dalam rumusan tersebut tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang ditonjolkan, tetapi keseluruhan rakyat Indonesia.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian sepenuhnya terletak pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak terbagi. Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945 memberikan akomodasi terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
Pada alinea kedua disebutkan :” . . . dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau istilah bersatu tidak dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada pemerintah pusat dan negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan landasan untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau kesatuan.
Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila ketiga yakni “persatuan Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat sebagai argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.
Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh para founding fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi hasil konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini, meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan, utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan merupakan pilihan final bangsa.
Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fathers tentang negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya mengusulkan sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham kebangsaan, sebagai landasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale staat. Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble, adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½ milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan hanya satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian kecil daripada kesatuan.
Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi bagi terbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung Karno yang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara federal seperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila ketiga Pancasila “persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara berbentuk kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara kebangsaan atau nation-state.
Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers lebih mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan, waktu perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia. Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai. Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan dan kesatuan. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah selalu dapat dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini yang dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara kesatuan.
4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada bahasa Sanskrit, hampir sama dengan semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa Amerika Serikat yang maknanya diversity in unity, perbedaan dalam kesatuan. Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar empat abad setelah mpu Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin tidak ada hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu.
Cara Menjaga 4 Pilar Kebangsaan
Ada empat pendekatan untuk menjaga empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat pendekatan tersebut yaitu pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural, dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis.
1. Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa. Pembangunan yang tepat, harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku. Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat
2. Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini. Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka.
3. Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan. Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain.
4. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.
Salah satu solusi menjawab krisis moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi empat pilar.
Fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila. Sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan
Dengan demikian penjelasan singkat tentang 4 pilar kebangsaan bagi bangsa Indonesia, semoga tulisan ini mempermudah tugas pemerintah untuk mempercerpat penyebarluasan tentang pentingnya 4 pilar kebangsaan.