A. Konsep Budaya SekolahKebudayaan menurut Koentjaraningkat (1987) merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliknya melalui belajar. Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh warga sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seuruh unsur dan stakeholder sekolah baik itu kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Budaya sekolah sangat erat kaitanya dengan pembentukan suasana sekolah yang kondusif. Efektivitas pengembangan kondisi sekolah mengacu pada materi diskusi Partnership For Global Learning (2012) harus memenuhi 6 indikator sebagai berikut:
a. Memusatkan fokus pembelajaran pada hasil belajar peserta didik.
b. Menjamin keseimbangan antara kegiatan belajar individual, kolaborasi, dan belajar dalam interaksi sosial.
c. Selaras dengan kebutuhan pengembangan motivasi peserta didik.
d. Sensitif terhadap perbedaan individu
e. Menantang peserta didik dengan tidak memberikan lebih dari kapasitasnya.
Belum semua sekolah memahami pentingnya budaya sekolah. Hal ini terlihat pada fakta bahwa belum semua sekolah memiliki program pengembangannya. Kondisi ini terjadi karena sebagian kepala sekolah belum memahami dan terampil dalam merencanakan, melaksanakan pengembangan, dan mengukur efektivitas pengembangan budaya sekolah. Hal itu tidak berarti kepala sekolah tidak memperhatikan pengembangannya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah yang sangat memperhatian akan pentingnya membangun suasana sekolah, suasana kelas, membangun hubungan yang harmonis untuk menunjang terbentuknya norma, keyakinan, sikap, karakter, dan motif berprestasi sehingga tumbuh menjadi sikap berpikir warga sekolah yang positif. Hanya saja kenyataan itu sering tidak tampak pada dokumen program pengembangan budaya.
Penyebaran dan perkembangannya berproses seiring dengan perkembangan kehidupan. Stolp dan Smith (1994 ) menyatakan budaya sekolah berkembang bersamaan dengan sejarah sekolah. Wujudnya dalam bentuk norma, nilai-nilai, keyakinan, tata upacara, ritual, tradisi, mitos yang dipahami oleh seluruh warga sekolah. Karena perbedaan tingkat keyakinan, norma, dan nilai-nilai yang diyakini oleh warga sekolah telah menyebabkan sekolah miliki tradisi berbeda-beda.
Data menunjukkan meskipun terdapat beberapa sekolah yang memiliki sumber keuangan yang sama besar, namun penampilan fisik dan prestasinya berbeda. Lebih dari itu, bisa terjadi sekolah dalam satu kompleks, didukung dengan lingkungan masyarakat yang sama, latar belakang pendidikan kepala sekolah dan guru-gurunya sama, namun karena memiliki budaya sekolah yang berbeda, iklim sekolah berbeda, maka prestasinya menjadi berbeda.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh pemahaman dan kepatuhan warga sekolah terhadap norma, nilai-nilai, dan keyakinan yang mereka junjung. Makin kuat keyakinan dan kepatuhan warga terhadap norma dan nilai-nilai semakin tinggi pula keterikatannya pada sekolah, semakin besar rasa memiliki, dan makin kuat motif belajarnya.
Berkenaan dengan itu, Stolp dan Smith (1994: xiii) menyatakan bahwa, bagaimanapun keadaannya, perubahan budaya lingkungan sebenarnya menjadi tantangan yang berat. Sekolah berada dalam kondisi ketidakpastian. Karena itu, sekolah memerlukan perhatian pimpinan yang cerdas, yang pandai memecahkan masalah yang kompleks pada gelombang perubahan yang arahnya serba tidak pasti.
Homer Dixon yang dikutip oleh Fullan (2001: hal 4) menyatakan bahwa kepala sekolah menghadapi tantangan dalam mengelola masalah yang makin kompleks. Ketidakpastian menyebabkan krisis datang tanpa aba-aba. Daya kendalinya selalu memerlukandukungan pemikiran yang handal. Gelombang masalah yang datang selalu berbeda. Karena itu kepala sekolah harus selalu membaharui idenya secara inovatif untuk mendukung kebijakan dan tindakan yang efektif atau mencapai tujuan.
Tantangan utama kepala sekolah dalam mengembangkan budaya sekolah adalah membangun suasana sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan interaksi yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah. Komunikasi dan interaksi yang sehat memilki dua indikator yaitu tingkat keseringan dan kedalaman materi yang dibahas. Di samping itu, kepala sekolah perlu engembangkan komunikasi multi arah untuk mengintegrasikan seluruh sumber daya secara optimal.
B. Tujuan Pengembangan Budaya Sekolah
Tujuan pengembangan budaya sekolah adalah untuk membangun suasana sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan interaksi yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah. Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya : (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horizontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (5) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (6) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (7) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
C. Kerangka Pengembangan Budaya Sekolah
Hubungan antara unsur dalam peran kepala sekolah terhadap penguatan budaya sekolah dapat dilihat dalam gambar berikut:
Diagram Arah Pengembangan Budaya Sekolah
Pada diagram pengembangan budaya sekolah, kepala sekolah bertugas mengembangkan kondisi sekolah yang kondusif. Kondisi itu memerlukan komunikasi dan interaksi antara kepala sekolah dengan pendidik, orang tua peserta didik, tenaga kependidikan dan peserta didik harmonis. Kerja sama yang baik semua pihak diharapkan dapat menunjang pengembangan interaksi yang positif menumbuhkan pola pikir dan pola tindak dalam bentuk terhadap norma, nilai-nilai yang sekolah junjung. Di samping itu, diharapkan pula dengan dukungan sekolah yang kondusif para pemangku kepentingan memiliki keyakinan bahwa sekolahnya dapat mewujudkan prestasi terbaik karena ditunjang dengan motif berprestasi yang tinggi.
Untuk lebih memahami bidang garapan yang menjadi tantangan membangun sekolah yang kondusif tergambarkan pada diagram dibawah ini.
Dalam gambar terlihat jelas bahwa tugas kepala sekolah meliputi tiga bidang utama, yaitu:
a. mengembangkan keharmonisan hubungan yang direalisasikan dalam komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi.
b. mengembangkan keamanan baik secara psikologis, fisik, sosial, dan keamanan kultural. Sekolah menjaga agar setiap warga sekolah nyaman dalam komunitasnya.
c. mengembangkan lingkungan sekolah yang agamis, lingkungan fisik sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan lingkungan sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan peserta didik memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi untuk mencapai target belajar yang bernilai dengan suasana yang berdisiplin dan kompetitif.
Untuk mendukung ini kepala sekolah hendaknya memperhatikan kemampuan diri dalam mengendalikan kepribadian, prilaku, dan sikap kepemimpinan kepala sekolah yang mendukung sehingga semua pihak dapat menjaga harmoni kerja sama yang baik. Keterampilan lain yang diperlukan adalah membangun kreasi dalam memberikan pelayanan agar memenuhi harapan semua pihak. Dan, ini merupakan bagian terpenting dalam kepemimpinan (Celtus R Bulach, 2011).
Tinggi rendahnya semangat kerja sama, kepatuhan terhadap norma atau nilai-nilai yang baik, kebiasaan baik, kayakinan yang tinggi, motif berprestasi guru dan siswa sangat bergantung pada karakter kepemimpinan kepala sekolah. Dalam menunjang pengembangan budaya sekolah, Fullan (2001) menyatakan bahwa kepala sekolah hendaknya menegakkan lima prinsip berikut :
1) selalu berorientasi pada pencapain tujuan; mengembangkan visi dengan jelas dan kandungannya menjadi milik bersama.
2) menerapkan kepemimpinan partisipatif dengan memperluas peran pendidik dalam pengambilan keputusan.
3) berperan sebagai kepala sekolah yang inovatif dengan meningkatkan keyakinan bahwa pendidik dapat mengembangkan prilaku yang mendukung perubahan.
4) memerankan kepemimpinan yang meyakinkan pendidik sehingga mereka berpersepsi bahwa kepala sekolahnya “benar” menunjang efektivitas mereka bekerja.
5) mengembangkan kerja sama yang baik antar pendidik dalam interaksi formal maupun informal.
Bagi kepala sekolah aspek mana pun kembali ke pemikiran awal yang menyatakan bahwa seluruh unsur kebudayaan berkembang melalui proses belajar. Oleh karena itu inti dari pengembangan kultur adalah membangun hubungan yang baik, meningkatkan keamanan sekolah secara fisik maupun psikologis, meningkatkan lingkungan yang kondusif.
Untuk itu kepala sekolah dan seluruh pemangku kepentingan perlu terus belajar karena konteks budaya sekolah terus berubah tanpa henti. Relevan dengan kondisi itu, Peter Senge menyatakan bahwa kepala sekolah perlu memerankan diri sebagai teladan yang ditunjukkan dengan indikator :
1) Menjadi personal yang bersiplin tinggi dalam memfokuskan energi dalam mewujudkan visi-misi, bersabar, dan memahami fakta secara objektif.
2) Menjadi mental model dalam mempengaruhi dan memahami keadaan sekitar dan serta dapat merespon dengan tepat.
3) Mengembangkan visi-misi bersama sebagai dasar untuk mengembangkan komitmen yang berkembang secara berkelanjutan sehingga kepala sekolah tidak hanya mengembangkan kepatuhan.
4) Mengembangkan tim pembelajar yang dialogis, mengembangkan kapasitas tim, mengganti asumsi dengan pemikiran bersama.
5) Mengembangkan berpikir sistem yang mengintegrasikan dengan keempat disiplin di atas.
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengembangan budaya sekolah menjadi penentu keberhasilan meningkatkan lulusan yang bermutu. Karena itu, kepala sekolah penting memperhatikan berbagai prinsip utama sebagai berikut:
1) Budaya merupakan norma, nilai, keyakinan, ritual, gagasan, tindakan, dan karya sebagai hasil belajar.
2) Perubahan budaya mencakup proses pengembangan norma, nilai, keyakinan, dan tradisi sekolah yang dipahami dan dipatuhi warga sekolah yang dikembangkan melalui komunikasi dan interaksi sehingga mengukuhkan partisipasi.
3) Untuk dapat mengubah budaya sekolah memerlukan pemimpin inspiratif dan inovatif dalam mengembangkan perubahan perilaku melalui proses belajar
4) Efektivitas perubahan budaya sekolah dapat terwujud dengan mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajar melalui peran kepala sekolah menjadi teladan.
5) Mengembangkan budaya sekolah memerlukan ketekunan, keharmonisan, dan perjuangan tiada henti karena budaya di sekitar sekolah selalu berubah ke arah yang tidak selalu sesuai dengan harapan sekolah.
D. Model Strategi Pengelolaan Budaya Sekolah
Pengembangan budaya sekolah tidak lepas dari budaya masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu pengembangan budaya sebaiknya berdasarkan kebutuhan sekolah yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, pendidik, dan peserta didik yang terintegrasi pada budaya yang berkembang di lingkungannya. Di samping budaya sekolah merupakan bagian dari budaya lingkungan sekitarnya, sekolah harus dapat berfungsi sebagai agen pengembang budaya lingkungan.
Sekolah dalam fungsinya sebagai agen perubahan budaya perlu merumuskan rencana, strategi pengembangan, dan monitoring dan evaluasi pembangunan budaya sekolah dengan menggunakan model pengembangan sebagai berikut:
Langkah pertama adalah Analisis Lingkungan eksternal dan internal. Pada tahap ini apabila dilihat dari model analisis lingkungan adalah mengidentifikasi peluang dan ancaman yang datang dari budaya sekitar sekolah. Di samping itu analisis lingkungan diperlukan untuk mengidentifikasi kekuatan kelemahan dari dalam. Dari analisis lingkungan akan diperoleh sejumlah masalah yang sekolah perlu selesaikan.
Langkah Kedua adalah merumuskan strategi yang meliputi penetapan visi-misi yang menjadi arah pengembangan, tujuan pengembangan, stategi pengembangan, dan penetapan kebijakan. Arah pengembangan dapat dijabarkan dari visi-dan misi menjadi indikator pada pencapaian tujuan. Contoh dalam pengembangan keyakinan akan dibuktikan dengan sejumlah target yang tinggi pada setiap indikator pencapaian. Contoh ini dapat dijabarkan lebih lanjut pada model operasional penguatan nilai kerja sama dan yang kompetitif. Misalnya sekolah membagi kelompok kerja dengan semangat kebersamaan, namun antar kelompok dikondisikan agar selalu berkompetisi untuk mencapai target yang terbaik. Oleh karena itu, sekolah secara internal tidak mengembangkan model kompetisi individual karena dapat mengurangi makna pengembangan nilai kebersamaan dan kekompakan. Program kerja berbasis kolaborasi pada model ini dapat dikukuhkan melalui penetapan kelompok kerja yang ditetapkan dalam surat tugas dari kepala sekolah sebagai pemangku kebijakan. Selanjutnya sekolah dapat mengembangkan model lain yang dipandang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Langkah ketiga; Implementasi strategi, langkah ini harus dapat menjawab bagaimana caranya sekolah melaksanakan program. Jika pada model pertama sekolah berencana untuk mengembangkan nilai kebersamaan melalui pelaksanaan kegiatan kolaboratif dan kompetitif, maka sekolah hendaknya menyusun strategi pada kegiatan yang mana yang dapat dikolaborasikan dan dikompetisikan. Sekolah dapat memilih bidang yang akan dikolaborasikan bersifat kompetitif dari berbagai bidang kegiatan sebagaimana yang telah dipelajari pada diagram di bab 2. Contoh, sekolah berencana untuk mengembangkan lingkungan fisik sekolah yang nyaman. Pada kegiatan ini diperkukan nilai kebersamaan, semangat berkolaborasi, semangat berpartisipasi dari seluruh pemangku kepentingan di sekolah. Pengembangan nilai harus diwujudkan dalam kepatuhan atas kesepakatan yang dituangkan dalam peraturan. Oleh karena itu pengembangan budaya sekolah sangat erat kaitannya dengan peraturan dan kepatuhan seluruh warga sekolah pada pelaksanaan kegiatan sehari-hari di sekolah.
Pada langkah ketiga, peran kepala sekolah yang penting adalah;
1) menetapkan kebijakan atas kesepakatan bersama;
2) Merealisasikan strategi.
3) Melaksanakan perbaikan proses berdasarkan data yang diperoleh dari pemantauan.
4) Melakukan evaluasi kegiatan berbasis data hasil pemantauan.
Memperhatikan kelima langkah kegiatan yang penting dalam pelaksanaan strategi mengisyaratkan bahwa kepala sekolah perlu memahami benar tentang: (1) kebutuhan pengembangan budaya sekolah, (2) tujuan pelaksanaan, (3) indikator dan target keberhasilan, (4) memastikan bahwa rencana dapat diimplementasikan, (5) memastikan bahwa proses pelaksanaan dan hasil pengembangan budaya sekolah sesuai dengan yang diharapkan.
Langkah keempat adalah monitoring dan evaluasi. Langkah ini merupakan bagian dari sistem penjaminan mutu. Kepala sekolah melalui monitoring memenuhi kewajiban untuk memastikan bahwa proses pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. Jadwal pelaksanaan memenuhi target waktu. Tahap pelaksanaan sesuai dengan yang direncanakan. Lebih dari itu hasil yang diharapkan sesuai dengan target. Jika dalam proses pelaksanaan dan hasil yang dicapai meleset dari target maka kepala sekolah segera melakukan perbaikan proses agar hasil akhir yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Perhatikan data elemen perubahan yang menjadi tantangan kepala sekolah dalam mengubah kebiasaan pendidik dalam mengendalikan proses pembelajaran. Terdapat tradisi yang melekat pada pelaksanaan pembelajaran dan ini dapat dilihat dalam banyak pengalaman guru mengajar di dalam kelas. Pembelajaran berpusat pada guru. Tantangan baru mengubah tradisi itu menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini.
1) Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
2) Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal.
3) Memperhitungkan resiko karena setiap perubahan mengandung resiko yang harus ditanggung.
4) Menggunakan strategi yang jelas dan terukur
5) Memiliki komitmen yang kuat
6) Mengevaluasi keterlaksanaan dan keberhasilan budaya sekolah
Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya berpegang pada asas-asas berikut ini:
1) Kerjasama tim (team work).
2) Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab.
3) Keinginan merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap peserta didik dan masyarakat
4) Kegembiraan (happiness). Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah.
5) Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya.
6) Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain.
7) Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah
8) Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu.
9) Pengetahuan dan kesopanan para stakeholder sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain.
Demikian informasi ini disampaikan semoga bermanfaat.
======================
Tags:
Guru